Aplikasi biologi molekuler sangat membutuhkan kualitas DNA yang tinggi, sementara kesulitan untuk isolasi DNA berbagai jaringan sampel akan berbeda tergantung pada sifat fisik dan biokimianya. Saat ini banyak metode isolasi yang telah dikembangkan berdasarkan tingkat kesulitan, serta kemurnian maupun konsentrasi DNA yang didapatkan (Puspitaningrum et al. 2018). Hal ini juga berlaku untuk penelitian molekuler tanaman. Menurut Till et al. (2005), beberapa hal dasar dalam ekstraksi tanaman antara lain:
a. proses pengambilan dan penyimpanan bagian tanaman yang akan digunakan sebagai sampel
b. proses lisis sel tumbuhan
c. pelarutan lemak dan protein dengan detergen
d. pemisahan DNA dari molekul lainnya
e. pemurnian dan pemisahan DNA
f. penggunaan buffer yang tepat
Menurut Moore (2011), beberapa metode ekstraksi tanaman yang dapat digunakan antara lain: metode Silica-Spin Column, metode DTAB/CTAB (paling banyak digunakan dalam ekstraksi tanaman), dan metode kit ekstraksi yang sudah dijual secara komersial. Langkah awal untuk melakukan ektraksi adalah dengan perlakuan panas terhadap bagian tanaman yang akan dijadikan sampel (biji, daun, dan sebagainya) untuk mengurangi kadar air dan oksigen, hingga penggerusan untuk membuat sampel menjadi serbuk.

Berdasarkan penelitian Moore (2011), berikut merupakan langkah ekstraksi dengan metode DTAB/CTAB:

  1. Serbuk sampel dimasukkan ke dalam microtube, lalu dicampur dengan 700 µL buffer DTAB, lalu diinkubasi pada suhu 650C selama 30 menit (selama inkubasi, tube dibalikkan 2-3 kali)
  2. Sampel disentrifugasi selama 10 menit (4400 rpm) untuk memisahkan pelet dari supernatan
  3. Supernatan dipindah ke microtube yang baru dan ditambah 700 µL (berisi fenol : kloroform : isoamil alkohol dengan perbandingan volume 25:24:1), kemudian dicampur dan disentrifugasi selama 10 menit
  4. Larutan bagian atas (mengandung DNA) dipindah ke microtube yang baru dan ditambahkan CTAB buffer sebanyak 1.7 kali volume larutan tersebut.
  5. Sampel dipresipitasi selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian di sentrifugasi selama 5 menit
  6. Supernatan dibuang secara hati-hati agar pelet CTAB/DTAB tidak terbuang
  7. Pelet dilarutkan dalam 100 µL NaCL 1,2 M lalu ditambah 250 µL etanol 95%, kemudian di vortex
  8. Sampel diinkubasi pada suhu -200C selama 30 menit, lalu disentrifugasi selama 10 menit (4400 rpm)
  9. Supernatan dibuang, kemudian pelet ditambah kembali dengan etanol 70% sebanyak 250 µL dan divortex
  10. Sampel disentrifugasi selama 10 menit, kemudian supernatan dibuang
  11. DNA pelet dibiarkan terbuka untuk menguapkan sisa etanol
  12. Sebanyak 100 µL TE buffer ditambah ke dalam DNA pelet, lalu divortex untuk menghomogenkan DNA pelet dengan buffer, lalu dipindah ke microtube baru dan disimpan pada suhu -200C sebagai hasil ekstraksi DNA tumbuhan.

Seperti halnya proses ekstraksi materi genetik makhluk hidup lainnya, proses ekstraksi DNA tanaman juga memiliki kendala. Menurut Weising, dkk. (2000), beberapa hal yang menjadi masalah dalam proses isolasi dan pemurnian DNA dari tumbuhan antara lain:
a. terjadinya degradasi DNA sebagian maupun total yang dikarenakan adanya nuklease endogen
b. polisakarida dengan tingkat kekentalan yang tinggi ikut terisolasi, sehingga akan mempersulit saat mengerjakan sampel
c. polifenol atau komponen sekunder lainnya dari tanaman juga ikut terisolasi, yang dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA ataupun menjadi penghambat kerja enzim dan Taqpolimerase.

Tingginya keragaman spesies dan komponen kimia dalam tanaman menjadi alasan untuk memilih metode yang tepat dan optimal dalam proses isolasi DNA tanaman. Tanaman dengan kekerabatan yang dekat sekalipun tidak selalu dapat diisolasi dengan metode yang sama. Optimasi metode isolasi tanaman biasanya tergantung pada bahan yang digunakan pada buffer ekstraksinya, termasuk pula kondisi pH. Hal utama lainnya sebagai pertimbangan untuk memilih metode ekstraksi adalah kebutuhan tingkat konsentrasi dan jumlah DNA hasil ekstraksi, sesuai dengan tujuan penggunaannya. Contohnya untuk tujuan DNA fingerprint dibutuhkan DNA dengan tingkat kemurnian DNA yang tinggi, sementara untuk PCR dapat menggunakan crude DNA atau sampel yang mengalami degradasi hingga tingkat tertentu (Weising, dkk. 2000).

Daftar Pustaka
Moore, J. 2011. Comparative Study of Ancient DNA Extraction Methods for Archaeological Plant Remains. Thesis. Canada: Simon Frases University. Puspitaningrum, R., Adhiyanto ,C., dan Solihin. 2018. Genetika Molekuler dan Aplikasinya. Yogyakarta : CV Budi Utama.
Till, B.J., Jankowicz-Cieslak, J., Hyunh, O.A., Beshir, M.M., Laport, R.G., dan Hofinger, B.J. 2015. Low-Cost Methods for Molecular Characterization of Mutant Plants. New York: Springer.
Weising, K., Nybom, H., Wolff, K., dan Meyer, W. 2000. DNA Fingerprinting in Plants and Fungi. Florida: CRC Press.